dan puisinya
yang menitik di sela kata
seperti hujan singgah di jendela.
Tatapan matanya,
dikala empat mata denganku,
adalah bahasa yang tak pernah tertulis
namun selalu kumengerti.
Gelak tawanya candu
menggema di ruang kepalaku
membuat setiap detik
terasa seperti sedang menunggunya kembali.
Di mana ia sekarang?
Tak lagi bisa kutatap,
kudekap.
Rindu nasihatnya
rindu pada cara ia memeluk dunia
dengan pikiran yang dewasa
dan hati yang matang.
Kini, yang tersisa
hanya jejak langkahnya di ingatan
dan rindu yang tak pernah
menemukan tuannya.
0 komentar:
Posting Komentar